Kecam Kenaikan BBM, Aktifis HT Sudan Ditahan

Abu-Kholil-191x152

Rezim yang berkuasa di Khartoum terus menahan para anggota Hizbut Tahrir di pusat-pusat penahanan Kalakala dan Khartoum Utara, di bawah tahanan Markas Intelijen dan Keamanan, tanpa melalui pengadilan atau dibebaskan, dengan dalih menyelesaikan pemeriksaan. Hal ini sudah berjalan lebih dari lima hari sejak mereka ditahan. Sementara yang sedang diselidiki tetap tidak diketahui.

Para anggota HT Sudan ditahan karena menyebarkan nasrah-nasrah dari Hizbut Tahrir Wilayah Sudan yang berjudul : “Kenaikan Harga Bahan Bakar… Langkah Lain Untuk Menghancurkan Rakyat Miskin dan Menciptakan Lebih Banyak Kemiskinan”.

Jubir HT Wilayah Sudan, Ibrahim Othman (Abu Khalil), dalam pernyataan persnya (29/09) mengecam penangkapan ini.  Jubir HT ini menanyakan jika nasrah-nasrah itu merupakan kejahatan, maka mengapa tidak langsung membawanya ke pengadilan sejak hari pertama? .

“ Keberadaan mereka di tahanan itu sendiri adalah suatu hukuman, dan merupakan kuburan ketidakadilan. Telah menjadi perhatian kita bahwa pemerintah, dengan alasan pembunuhan, penjarahan, perampokan yang membinasakan harta benda publik dan dilakukan oleh tangan-tangan orang-orang yang dibayar, bermaksud untuk mengadili secara kolektif para anggota kami bersama dengan orang-orang lain, sehingga memberi tuduhan kepada orang-orang yang tidak bersalah bersama dengan orang-orang yang bersalah. Apakah ada penindasan yang lebih buruk dari itu ,” tegas Abu Kholil

Print Friendly

Add This! Digg Google Yahoo! MyWeb reddit StumbleUpon Technorati

Baca juga :

  1. Hizbut Tahrir Sudan Kecam Campur Tangan Amerika Memecahbelah Sudan
  2. Perjuangkan Tegaknya Hukum-hukum Al Qur’an , Aktifis HT Ditahan
  3. Perjanjian antara Partai Ummat Sudan dengan Pemberontak Separatis Akan Memfasilitasi Proses Pemisahan Sudan
  4. Asisten Presiden Sudan Pastikan Pemisahan Sudan Selatan
  5. Sudan: 40% Penduduk Sudan Selatan Terancam Kelaparan

Menolak Mencukur Jenggot, Siswa Muslim Dilarang Masuk Kelas dan Diisolasi

129

HTI Press- Sebagaimana yang diberitakan  www.huffingtonpost.co.uk,(3/10) dua orang siswa muslim dilarang masuk dan disolasi karena tidak mau mencukur jenggotnya.

Kedua remaja berusia 14 tahun itu ditempatkan di “ruang isolasi” sejak awal ajaran baru di Roman Catholic High School di Accrington, Lancashire.

Kepala sekolahnya mengatakan hal itu bukan dikarenakan oleh salah satu agama melainkan dikarenakan oleh aturan berpakaian.

Xavier Bowers mengatakan kepada Lancashire Evening Telegraph : “Kami tidak menganggap ringan keputusan ini. Saya telah menghabiskan cukup banyak waktu untuk meneliti masalahnya dan berbicara dengan para orang tua murid itu.

Para kerabat dari salah satu anak-anak itu menyebut keputusan ini “murni diskriminasi” .

Para anggota keluarga, yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada surat kabar : “Karena anak-anak itu tidak mau mencukur jenggot mereka karena alasan agama, mereka dimasukkan ke dalam ruang isolasi selama enam setengah jam setiap hari.

“Mereka dilarang bergaul dengan siapa pun atau berbicara dengan teman-temannya. Ini adalah diskriminasi murni.

“Mereka memilih sekolah itu karena letaknya di dalam wilayah mereka dan berprestasi baik. Sekolah itu harus memiliki kebijakan yang terbuka dan mereka harus menerima orang-orang dari semua agama.”, kata Bowers.

Bowers menambahkan bahwa aturan untuk tampil klimis telah ada cukup lama, meskipun kedua anak laki-laki itu diperbolehkan untuk berjenggot karena alasan agama sebagai suatu  “pengecualian” pada tahun lalu karena telah mendekatnya ujian GCSE dan sekolah tidak ingin menempatkan mereka di bawah “tekanan yang tidak adil”.

Namun setelah musim panas kedua siswa itu harus tampil klimis.

Setelah wawancara dengan surat kabar, Bowers mengeluarkan pernyataan melalui Lancashire County Council yang tampaknya sekolah tidak mundur dari sikapnya.

Dia mengatakan: “Saya sepenuhnya sadar ini adalah masalah sensitif dan saya telah melakukan yang terbaik untuk bisa memahami dan berkepala dingin ketika mengahapi situasi ini.

“Bila perlu, kita bisa menempatkan para siswa di pusat pembelajaran kami yang tidak mengikuti kebijakan sekolah kami mengenai seragam dan penampilan.

“Di sini, di Mount Carmel RC High School, kami percaya untuk mempertahankan standar yang tinggi dalam setiap aspek kehidupan sekolah, termasuk seragam dan penampilan. Para murid dan orang tua sering diingatkan tentang aturan penampilan, mengetahui bahwa peraturan ini berlaku untuk semua orang dan secara teratur diingatkan akan hal ini.
“Sepanjang pengalaman saya, keluarga-keluarga memilih untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah ini karena standar dan harapan yang tinggi.”

Pembicaraan untuk mengatasi masalah ini masih berlangsung antara pihak keluarga dari kedua siswa itu dan pihak sekolah.[] (rz/www.khilafah.com)

Print Friendly

Add This! Digg Google Yahoo! MyWeb reddit StumbleUpon Technorati

Baca juga :

  1. Pengadilan Jerman Larang Siswa Muslim Dirikan Shalat
  2. Astaghfirullah, 45 Persen Siswa SMP Mengaku Boleh Seks Bebas
  3. Banyak Siswa Tak Lulus Korban Kebijakan Tak Pro-Siswa
  4. Sekolah di Ghana Larang Siswa Sholat
  5. Surat Siswa SD kepada SBY: Pak Presiden, Hentikan Pornografi

APEC: Pintu Eksploitasi dan Kontrol (Bagian 1)

 download

Keikutsertaan dalam APEC: Capaian Makro Yang Semu

Pertemuan APEC tahun ini diselenggarakan di Bali 1-8 Oktober. Gelaran ini merupakan puncak dari rangkaian pertemuan APEC selama setahun ini yang dimulai sejak Desember tahun lalu. KTT APEC ini mengusung tema “Resilient Asia Pacific, Engine of Global Growth –Asia Pasifik yang Tangguh sebagai Mesin Pertumbuhan Global” dengan tiga prioritas: Pertama, attaining the Bogor Goals (pencapaian target Bogor) yaitu perluasan perdagangan dan investasi, serta reformasi struktural. Kedua, sustainable Growth with Equity (pertumbuhan berkelanjutan disertai pemerataan) dengan fokus pada pada daya saing global sektor UKM, inklusi finansial, ketahanan pangan dan kesehatan. Ketiga, promoting connectivity (mendorong konektifitas) dengan fokus pada isu konektifitas fisik termasuk pengembangan dan investasi infrastruktur dan konektifitas kelautan, konektifitas institusional dan konektifitas antar orang. Ini untuk kali kedua, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan KTT APEC. Yang pertama pada tahun 1994 diselenggarakan di istana Bogor yang menghasilkan deklarasi Bogor yang berisi Bogor Goals. Bogor Goals itu meliputi: 1. Menciptakan sistem perdagangan dan investasi yang bebas, terbuka dan adil di kawasan tahun 2010 untuk ekonomi maju dan 2020 ekonomi berkembang. 2. Memimpin dalam memperkuat sistem perdagangan multirateral yang terbuka, meningkatkan liberalisasi perdagangan dan jasa, mengintensifkan kerjasama ekonomi di Asia-Pasifik. 3. Mempercepat proses leberalisasi melalui penurunan hambatan perdagangan dan investasi yang lebih jauh, meningkatkan arus barang, jasa, modal secara bebas dan konsisten dengan GATT (sekarang WTO). Di situs APEC ketiga prioritas itu dijelaskan lebih detil. Attaining the Bogor Goals (pencapaian target-target Bogor). Para ahli ekonomi APEC akan melanjutkan usaha untuk menjaga momentum untuk liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi, yang merefleksikan komitmen para pemimpin APEC pada 1994, dengan kerangka kerja dari deklarasai Para Pemipin APEC Bogor dan Statement par apemimpin ekonomi APEC pada 2010 di Yokohama. Para ekonom akan lebih jauh menerjemahkan komitmen itu menjadi kerja yang solid untuk mencapai integrasi ekonomi regional yang lebih tipis di kawasan Asia Pasifik. Usaha untuk mencapai target-target Bogor itu akan dilakukan melalui usaha guna menciptakan integrasi ekonomi regional yang lebih dalam, seperti 1. Penguatan sistem perdagangan multilateral; 2. Liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi; 3. Pembangunan kapasitas operasi pada LAISR/ANSSR. Prioritas kedua, Achieving Sustainable Growth with Equity (mencapai pertumbuhan berkelanjutan disertai pemerataan). APEC bekerja dibawah progres Strategi Pertumbuhan Para Pemimpin 2010 yang dideklarasikan di Yokohama. Para ekonom APEC akan terus menjaga pertumbuhan bagian dari keberlanjutan pertumbuhan itu dan menjamin pertumbuhan itu bersifat inklusif. Dengan beragamnya tingkat negara anggota APEC dalam hal kemampuan dan daya tahan menghadapi krisis ekonomi global, penyelarasan upaya akan difokuskan pada pemberdayaan ekonomi, keterlibatan stakeholders dan pemanfaatan potensi yang belum dimanfaatkan. Penyelarasan upaya ini penting untuk mengatasi dan mengurangi berbagai kerentanan dari dalam dan luar kawasan, dan yang semua stakeholder akan berbagi buah dari pertumbuhan. APEC 2013 akan lebih memfokuskan usahanya pada respon komprehensif terhadap tantangan ekonomi dan keuangan dunia yang muncul. Ini akan dilakukan dengan meningkatkan daya saing global UKM melalui inovasi dan menekankan produktivitas perempuan dalam perekonomian, sebagaimana juga bekerja untuk memastikan inklusi keuangan, penguatan ketahanan pangan dan meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan. Prioritas ketiga, Promoting Connectivity (mempromosikan konektifitas). Komitmen untuk meningkitkan konektifitas rantai pasokan seperti yang sudah dideklarasikan ole para pemipian APEC di Singapura tahun 2009 merupakan kerangka pengetahuan pada pentingnya penguatan konektiftas di kawasan. Prioritas ini akan bersesuaian dengan usaha konkret untuk menautkan pusat pertumbuhan dan pengembangan pusat pertumbuhan bau di kawasan sedemikian untuk meningkatkan output dan produktifitas kawasan. APEC dapat memberikan nilai tambah yang potensia dengan mempromosikan konektifitas dan semua dimensinya untuk kerja ini. Usaha pada koektifitas akan fokus pada konektiftas fisik, konektifitas institusional dan konektifitas antar orang. Usaha APEC untuk memperkuat konektifitas akan dilakukan melalui pengembangan infrastruktur, mempromosikan dan memfasilitasi investasi infrastruktur, termasuk infrastruktur utuk konektifitas di samudera Pasifik sebagai jalur utama diantara ekonomi di kawasan. Perdagangan dan investasi telah lebih jauh diliberalisasi, sementara orang telah diberdayakan, maka konektiftas akan menjadi hal yang lebih pentig untuk mengintegrasikan ekonomi kawasan. Staf Ahli Menlu RI Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Wahid Supriyadi, menjelaskan bahwa Indonesia memberikan proposal impelemntasi ketiga konektifitas itu (5/4/2013). Menurutnya, ketiga konsep tersebut dapat menjadi acuan untuk mengakomodasi arus dan pergerakan barang-jasa serta individu di wilayah lintas Pasifik, termasuk Asia dan Amerika Selatan. Konektivitas fisik merupakan pembangunan infrastruktur perdagangan, perjalanan, energi, dan telekomunikasi yang dapat memudahkan arus ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Konektivitas institusional melingkupi isu-isu perdagangan dan investasi yang besifat tidak langsung atau behind the border issues. Dalam konteks institusional juga dibahas mengenai koordinasi antarinstitusi, mekanisme, dan proses ekonomi di APEC, seperti reformasi regulasi. Adapun konektivitas perorangan melingkupi pegerakan antarpenduduk dan kalangan profesional di APEC yang didorong dengan pariwisata, pendidikan, dan mobilitas tenaga kerja. Jadi inti dari misi APEC adalah mewujudkan secara penuh liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik, termasuk di dalamnya pergerakan bebas barang dan jasa, orang dan juga modal. Misi itu sudah diusung selama 24 tahun sejak dibentuk pada tahun 1989. Selama itu ternyata negeri ini lebih banyak buntung daripada untung. Capaian Makro Perekonomian kawasan APEC tumbuh lebih tinggi dari rata-rata dunia. Kawasan APEC periode 2003-2012 rata-rata tumbuh 7,39 persen dan nilai perdagangan internasional APEC tumbuh rata-rata 11,69 persen lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia 11,44 persen. Sementara nilai aliran investasi asing langsung ke APEC juga naik rata-rata 19,83 persen pertahun. Selama ikut APEC ekonomi Indonesia juga tumbuh cukup tinggi. Ketika menyampaikan RAPBN 2014 (16/8/2013) presiden SBY mengklaim sejumlah capaian ekonomi 2004 – 2013 (republika.co.id, 16/8/2013). Ekonomi Indonesia periode 2004-2009 rata-rata tumbuh 5,5 persen per tahun. Pada periode 2009 – Juni 2013, ekonomi tumbuh rata-rata 5,9 persen per tahun. PDB Indonesia meningkat dari US$ 1.177 per kapita pada tajun 2004 menjadi US$ 2.299 per kapita pada 2009, dan naik lagi menjadi US$ 3.592 per kapita pada 2012. Pada periode yang sama angka pengangguran terbuka turun dari 9,86 persen pada 2004 menjadi 5,92 persen pada Maret 2013. Dan berikutnya angka kemiskinan pun turun dari 16,66 persen atau 37,2 juta orang pada 2004 menjadi 11,37 persen atau 28,07 juta orang pada Maret 2013. Data BPS, pendapatan nasional tiga tahun terakhir meningkat tajam, dari Rp 5.718,35 triliun tahun 2010, lalu Rp 6.660,23 triliun tahun 2011 dan berikutnya Rp 7.544,15 triliun tahun 2012. Pendapatan perkapita 2000 – 2012 naik drastis, yakni Rp 6,12 juta tahun 2000, Rp 9,16 juta tahun 2004, Rp 18,77 juta tahun 2008, Rp 23,76 juta tahun 2010 dan naik menjadi 30,52 juta tahun 2012. Artinya, tahun 2012 tiap orang penduduk berpenghasilan Rp 2,5 juta perbulan. Semua angka itu mengindikasikan rakyat Indonesia makin makmur, benarkah? Hanya Capaian Semu Nyatanya, angka-angka di atas sekedar capaian makro yang lebih bersifat semu. Fakta dan data pada tataran riil justru menunjukkan negeri ini lebih banyak buntungnya. Faktanya masih ada 28,07 juta lebih orang yang miskin, dengan kriteria pengeluaran kurang dari Rp 259.520 per orang perbulan. Bahkan data lain leih tinggi. Menurut data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di bawah koordinasi Wapres angka jumlah orang miskin di Indonesia tahun 2012 – 2013 mencapai angka 96 juta jiwa. Angka ini naik signifikan dari angka 76,4 juta jiwa di tahun sebelumnya (lihat, nasional.kontan.co.id, 17/01/2013). Sementara itu jumlah keluarga miskin yang mendapat jatah raskin sebanyak 15,5 juta rumah tangga atau 62 juta orang (asumsi, satu rumah tangga terdiri dari empat orang). Produk Domestik Bruto Indonesia memang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Namun kenaikan nilai riil PDB itu tidak sefantastik kenaikan angkanya. Hal itu bisa dilihat dengan membandingkan kenaikan PDB atas dasar harga berlaku dengan kenaikan PDB atas dasar harga konstan tahun 2000, seperti dalam tabel berikut: Tabel Perbandingan PDB Atas Dasar Harga Berlaku dengan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Rp triliun) PDB 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012** PDB atas dasar harga berlaku 2. 295,83 2.774,28 3.339,22 3.950,89 4.948,69 5.606,20 6.446,85 7.422,78 8.241,86 PDB atas dasar harga konstan 2000 1.656,52 1.750,82 1.847,13 1.964,33 2.082,46 2.178,85 2.314,46 2.464,68 2.618,14 Ket: * Angka sementara; ** Angka sangat sementara; Diolah dari data BPS dengan pembulatan Data ini menunjukkan pada periode 2004 – 2012bahwa PDB atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan hampir empat kali lipat tepatnya 3,59 kali. Namun jika dihitung atas dasar harga konstan tahun 2000, pada periode yang sama kenaikan PDB tidak sampai dua kali lipat, hanya 1,58 kali. Kenaikan atas dasar harga konstan 2000 mencerminkan kenaikan riil nilai dari PDB. Itu artinya, pada periode 2004-2012 secara nominal PDB naik empat kali lipat tepatnya 3,59 kali. Namun secara nilai sebenarnya hanya naik tidak sampai dua kalinya yaitu hanya 1,58 kali. Jadi pada dasarnya tingkat kesejahteraan agregat seluruh penduduk Indonesia hanya 1,58 kali selama sembilan tahun. Jadi peningkatan kemakmuran yang sebenarnya ternyata jauh di bawah peningkatan nominalnya. Fakta itu akan lebih ironis lagi jika ditambah fakta bahwa kenaikan tiu ternyata tidak merata, melainkan hanya dinikmati oleh sebagian kecil dari penduduk, khususnya hanya oleh kelompok kaya. Hal itu bisa dilihat dari rasio gini dan data sebaran nilai rekening tabungan di bank umum. Pertumbuhan ekonomi ternyata lebih banyak dinikmati oleh kelompok kaya. Sebab, ekonomi tumbuh disertai naiknya kesenjangan pendapatan yang bisa dilihat dari naiknya rasio gini (diukur 0-1, makin tinggi artinya kesenjangan pendapatan makin tinggi. Angka nol artinya semua orang memiliki secara sama rata. Angka satu artinya satu orang mendaat semua sementara yang lain tidak mendapat sama sekali). Berdasarkan data BPS, angka rasio gini terus naik dari 0,32 tahun 2002, lalu menjadi 0,357 tahun 2009, lalu naik lagi menjadi 0,38 tahun 2010 dan tahun 2012 naik menjadi 0,41. Angka terakhir ini artinya, 40 persen penduduk dengan pendapatan terendah hanya menikmati 16,88 persen dari total pendapatan, sementara 20 persen penduduk dengan pendapatan tertinggi justru menikmati 48,94 persen dari total pendapatan. Artinya sekitar separo dari total pendapatan nasional hanya dinikmati oleh 20 persen penduduk. Kenyataan lebih ironis justru diperlihatkan oleh data sebaran rekening tabungan di bank umum. Data itu bisa dilihat dari data yang dirilis oleh Lembaga Penjamin Simpanan berikut ini. Dari data tersebut bisa dilihat pada posisi Juli 2013 jumlah rekening di bank umum sebanyak 127.785.384 rekening (126.731.081 rekening rupiah dan 1.054.303 rekening valas) dengan total nilai simpanan rekening rupiah Rp 2.843 triliun dan rekening valas Rp 544,92 triliun. Namun yang menyolok adalah jumlah rekening dengan nilai dibawah 100 juta rupiah sebanyak 124.715.215 rekening atau 97,6 persen dari total jumlah rekening dengan total nilai rekening hanya Rp 541,948 triliun atau 16 persen dari total nilai seluruh rekening. Itu artinya 97,6 persen dari total jumlah rekening hanya menguasai 16 peren dari total nilai tabungan. Sementara itu rekening dengan nilai 2 – 5 miliar rupiah sebanyak 101.738 rekening atau 0,08 persen dari total jumlah rekening, total nilai tabungannya 320,548 triliun atau 9,46 persen dari total nilai seluruh tabungan; dan rekening diatas 5 miliar berjumlah 58.113 rekening dengan nilai 1.484,812 triliun atau 43,83 persen dari total nilai tabungan. Itu artinya 0,13 persen dari jumlah seluruh rekening (0,08% rekening 2-5 M dan 0,05% rekening > 5 M) menguasai 53,9 persen dari total nilai seluruh tabungan. Data itu juga memperlihatkan 2,4 persen dari jumlah seluruh rekening ternyata menguasai 86 persen dari total nilai seluruh tabungan. Data sebaran nilai tabungan itu memperlihatkan adanya kesenjangan yang jauh lebih buruk dari apa yang digambarkan oleh rasio gini. Hal itu mengingat meski jumlah rekening mencapai 127 juta lebih atau sekitar setengah dari jumlah penduduk, bukan berarti itu menggambarkan kue ekonomi yang dinikmati setengah dari penduduk. Sebab satu orang banyak yang memiliki beberapa rekening baik di bank yang sama atau di bank yang berbeda. Diperkirakan dari jumlah penduduk Indonesia kurang dari 20 persen yang memiliki akun perbankan. Mereka yang tidak memiliki rekening bank jumlahnya jauh lebih besar atau sekitar 80 persen lebih. Ada banyak faktor yang membuat mereka tidak memiliki akun bank. Bisa jadi kebanyakan disebabkan tidak memiliki uang yang harus disimpan di rekening bank. Karena itu data sebaran rekening tabungan itu memperlihatkan betapa buruknya pemerataan pendapatan di tengah masyarakat Indonesia, jauh lebih buruk dari apa yang ditunjukkan oleh rasio gini. Angka rasio gini dan sebaran rekening tabungan di bank umum itu jika dikaitkan dengan peningkatan PDB dan pertumbuhan yang sering dibanggakan sebagai prestasi perekonomian negeri ini, justru memberikan gambaran yang sungguh ironis. Sebab itu artinya peningkatan PDB dan pertumbuhan hanya dinikmati oleh segelintir kecil dari masyarakat. Maka tidak salah jika dikatakan bahwa peningkatan PDB dan pertumbuhan itu hanya membuat orang kaya makin kaya sementara orang miskin tetap miskin atau bahkan bertambah miskin. Inilah diantara hasil dari keikutsertaan dalam APEC selama ini. Semua itu menunjukkan bahwa capaian tolok ukur makro yang selalu dibanggakan nyatanya tidak menggambarkan kondisi riil yang ada di tengah masyarakat. Kondisi sebenarnya yang ada di negeri ini, secara makro tampak membaik dan makmur, tapi realitanya sebaliknya. Dengan terus menjejalkan prestasi makro ini kepada masyarakat yang merasakan fakta yang berbeda, seolah menyelesaikan masalah orang yang sedang kesulitan, miskin dengan cara disuruh membayangkan bahwa kita ini membaik, dan makin makmur, seraya dikatakan kepada orang itu bahwa semua itu akan menetes kepadanya. Maka selayaknya tolok ukur makro tidak dijadikan tolok ukur utama dan berhenti sampai di situ saja. Melainkan harus lebih fokus pada tolok ukur secara mikro dan kondisi riil di tengah masyarakat. Bagi masyarakat, tidak ada gunanya dikatakan total pendapatan semua orang sangat besar, sementara itu nyatanya hanya dikuasai segelintir orang. Yang penting bagi masyarakat adalah mereka bisa benar-benar merasakan peningkatan kemakmuran. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman – LS HTI] Tweet Baca juga : APEC: Pintu Ekpsploitasi dan Kontrol (Bagian 2) Pernyataan HTI Tentang “Penyelenggaraan Pertemuan APEC dan Kedatangan Obama di Indonesia” APEC, Alat Penjajahan Ekonomi (Negara) Kapitalis Kenapa Harus Melawan APEC? APEC: Indonesia Lebih Banyak Buntung daripada Untung

Di KTT APEC, SBY Jujur Ungkap Jatidirinya?

136

HTI Press- Meski tahun lalu para tokoh agama menyebut SBY pembohong, namun dalam KTT APEC dengan jujur Presiden menyatakan siapa sebenarnya dirinya.

“Presiden SBY dalam KTT APEC menyebut dirinya sebagai  Kepala Penjualan Perusahaan Indonesia (Chief Salesperson of Indonesia Inc), itu jujur sekali!” ungkap Pengamat Ekonomi Arim Nasim kepada
mediaumat.com, Ahad (6/10) melalui pesan singkat.

Menurutnya, dikatakan jujur karena perkataannya itu sesuai dengan kebijakannya selama ini yang getol menjual sumber daya alam (SDA) kepada asing dengan murah.

Tetapi kepada rakyatnya sendiri, lanjut Arim, SBY membebani dengan pajak dan berbagai pungutan lainnya hingga biaya pendidikan, biaya kesehatan jadi mahal. “Karena menempatkan rakyat sebagai konsumen,” ungkapnya.

Di akhir sms-nya Ketua Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia ini pun menuliskan: “SBY benar-benar agen kapitalis dan neoliberalyang menyengsarakan rakyat.”[] (Mediaumat.com 06102013)

Print Friendly
Tweet

Add This! Digg Google Yahoo! MyWeb reddit StumbleUpon Technorati

Baca juga :

  1. [Foto] Hizbut Tahrir Indonesia Serukan Indonesia Keluar Dari APEC
  2. Walau Obama Urung Hadir, Agenda APEC Pasti Tetap Bergulir!
  3. Al Ittihadiyah: “Kalau Mau Jujur, yang Ingin Syariah Lebih dari 72 Persen”
  4. [FOTO] HIP 48: Quo Vadis APEC, Inonesia Untung atau Buntung?
  5. Massa HTI Sulsel Demo Tolak Pertemuan APEC

APEC: Pintu Ekpsploitasi dan Kontrol (Bagian 2) Keikutsertaan APEC: Indonesia Lebih Banyak Buntung

apec-191x116

Forum kerjasama APEC menitikberatkan pada liberalisasi perdagangan dan investasi.  Semua usaha yang dikerahkan dalam forum APEC yang sudah berjalan selama 24 tahun pada tahapa awal lebih difokuskan pada liberalisasi perdagangan.  Usaha itu telah berhasil menurunkan tarif di kawasan APEC dari rata-rata 16,1 persen pada tahun 1989 menjadi 5,7 persen pada tahun 2012.  Sementara proses liberalisasi investasi dilakukan lebih belakangan.  Di Indonesia liberalisasi investasi baru kencang dilakukan sejak disahkannya UU Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007.

Oleh karena itu, untuk melihat sejauh mana manfaat dan capaian atau kerugian yang diderita negeri ini, selama ikutserta dalam forum APEC, juga bisa dilihat dari pengaruh kedua hal itu yaitu pengaruh linberalisasi perdagangan dan pengaruh liberalisasi investasi.

Perdagangan Kedodoran

Liberalisasi perdagangan mengharuskan tarif impor berbagai komoditas diturunkan bahkan dinolkan.  Dari data yan ada sejak APEC didirikan terjadi penurunan tarif rata-rata dari 16,8 persen pada tahun 1989 saat APEC didirikan menjadi rata-rata 5,7 persen pada tahun 2012.  Hambatan non tarif pun juga harus disingkirkan.  Ketika hambatan itu makin tipis dan mengarah kepada dihilangkan secara total, konsekuensinya barang dari luar pun masuk mengalir deras membanjiri pasar dalam negeri.  Ini ditunjukkan oleh terus meningkatnya angka impor sementara kinerja ekspor tidak membaik hingga menimbulkan defisit perdagangan. Bahkan angka defisit perdagangan tahun 2012 menjadi tertinggi sejak 1961.

Lonjakan impor itu terjadi hampir pada semua sektor, baik pertanian maupun industri. Jika dilihat data Badan Pusat Statistik 2013 (http://www.bps.go.id/brs_file/eksim_01apr13.pdf ) sebagian besar impor Indonesia adalah impor bahan baku yang mencapai 76,90 persen, impor barang modal 16,83 persen, sedangkan impor barang konsumsi sebesar 6,27 persen.

Di dalam Booklet Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia Agustus 2013 yang dikeluarkan oleh BPS disebutkan nilai impor barang modal dan beberapa komoditas tahun 2009 sebesar USD 47,283 miliar lalu naik menjadi USD 66,946 miliar tahun 2010, naik lagi menjadi USD 92,577 miliar dan naik menjadi USD 107,193 miliar tahun 2012.

Impor secara keseluruhan terus mengalami kenaikan tajam.  Nilai impor keseluruhan tahun 2009 mencapai USD 96,829 miliar, lalu naik menjadi USD 135,663 miliar tahun 2010, lalu naik menjadi USD 177,436 miliar dan naik lagi menjadi US 191,690 miliar tahun 2012.

Pada tahun 2011 neraca perdagangan mencetak surplus USD 26,1 miliar.  PErlu dicatat nilai ekspor pada 2011 mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sementara pada tahun 2012 neraca perdagangan mengalami defisit USD 1,63 miliar.  Sementara pada tahun 2013 sampai Agustus juga terjadi defisit neranca perdagangan mencapai USD 5,5 miliar.

Perkembangan drastis neraca perdagangan 2011-2012 dari surplus USD 26,1 miliar tahun 2011 menjadi defisit USD 1,63 miliar tahun 2012 menandakan ekspor Indonesai tidak stabil.  Sebab dari sisi impor terus mengalami kenaikan.  Ketidakstabilan nilai ekspor itu disebabkan surplus neraca perdagangan tersebut ditopang oleh hanya beberapa komoditas utama, yaitu gas, batubara dan CPO.  Jika harga komoditi utama itu turun maka nilai ekspor pun langsung turun signifikan.  Berdasarkan data Bank Dunia, harga komoditas utama Indonesia jatuh cukup dalam sepanjang 2012. Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) turun 32,35% dari US$1.027 per metrik ton (mt) menjadi hanya US$776 per metrik ton. Harga minyak biji sawit (kernel palm oil/KPO) terjun bebas 79,40% dari US$1.367 per mt menjadi hanya US$762 per mt. Harga batu bara sendiri turun 18,07% dari US$109,66 per mt menjadi US$92,88 per mt.

Minyak mentah, gas, minyak kelapa sawit (CPO dan KPO) dan Batubara menjadi pilar utama yang menopang nilai ekspor Indonesia.  Sumbangan keempat komoditi itu selama empat tahun terakhir (2009-2012) mencapai sepertiga dari total nilai ekspor Indonesia, seperti terlihat dalam tabel berikut:

Tabel Share Nilai Ekspor Komoditas Utama

Komoditi

2009

(Total ekspor
USD 116.510,0 juta)

2010

(Total ekspor
USD 157.779,1 juta)

2011

(Total ekspor
USD 203.496,6 juta)

2012

(Total ekspor
USD 190.020,3 juta)

USD juta

%

USD juta

%

USD juta

%

USD juta

%

Minyak bumi mentah

7.820,3

6,71

10.402,9

6,59

13.828,7

6,80

12.293,3

6,47

Gas

8.935,7

7,67

13.669,5

8,66

22.871,5

11,24

20.520,4

10,80

Minyak Kelapa Sawit

10.367,6

8,90

13.469

8,54

17.261,2

8,48

17.602,2

9,26

Batubara

13.817,1

11,86

18.499,4

11,72

27.221,9

13,38

26.166,3

13,77

Jumlah

40.940,7

35,14

56.040,8

35,52

81.183,3

39,89

76.582,2

40,30

Diolah dari data tabel Ekspor Migas dan Beberapa Produk Unggulan Non-migas, 2009-2012.Sumber: Booklet Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia Agustus 2013

Fakta ini memberikan gambaran tentang profil ekspor.  Data ini juga menunjukkan kenapa pemerintah begitu ngotot dalam forum internasional terkait dengan masalah minyak kelapa sawit, sebab selama empat tahun sumbangan minyak kelapa sawit terhadap total nilai ekspor mencapai lebih dari 10 persen dan terus meningkat.

Data terebut juga memberikan gambaran bahwa ekspor Indonesia didominasi oleh sumber energi dan bahan mentah.  Data diatas belum ditermasuk ekspor bahan mentah seperti mineral tembaga, bauksit, besi, dsb; bahan mentah produk pertanian seperti kakao, kopi, teh. Ini memberikan gambaran bahwa Indonesia lebih berposisi sebagai pemasok sumber energi dan bahan mentah yang sangat diperlukan oleh industri negara maju.

Pertanian Terpuruk

Menurut data Kementerian Pertanian, nilai impor pertanian pada 2004 baru sekitar USD 5 miliar, naik menjadi USD 5,2 miliar pada 2005, lalu naik menjadi USD 8,6 miliar pada 2007, dan melonjak menjadi USD 20,6 miliar pada 2011. Artinya selama 2004-2011 nilai impor pertanian naik empat kali lipat.

Disisi lain, liberalisasi mengharuskan pengurangan bahkan pencabutan berbagai subsidi bagi petani. Para petani dan produsen pertanian pun kedodoran dan kalah bersaing dengan produk pertanian dari luar yang harganya murah.  Impor pertanian pun terus membengkak dan ketergantungan kepada pangan impor makin besar, seperti dalam kasus kedelai, kacang merah, jagung, daging sapi, sayuran, produk hortikultura bahkan singkong dan garam.

Tahun 2011, baik ubi kayu segar maupun olahan, Indonesia menggelontorkan dollar AS sebesar US$ 211.254.000, atau setara dengan Rp 2,3 triliun. Pada 2010, Indonesia mengimpor tomat sebanyak 10.429 ton, bawang merah 64.247 ton, bawang putih 367.007 ton, cabe 18.358 ton, dan kentang 50.384 ton, bahkan bawang daun juga diimpor sebanyak 454 ton. Begitu juga kacang merah 225 ton, dan buncis 7.751 ton, serta sayuran lainnya mencapai 266.436 ton.

Neraca nilai perdagangan komoditas tanaman pangan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Pada 2009 neraca nilai perdagangan komoditas tanaman pangan Indonesia, menunjukkan negatif sebesar US$ 2,4 miliar, pada 2010 kembali negatif yang justeru lebih besar, yaitu US$ 3,42 miliar, dan semakin parah lagi pada 2011, yaitu negatif US$ 6,44 miliar.

Setidaknya ada empat komoditas impor utama tanaman pangan Indonesia, yang dapat dihasilkan di Indonesia tetapi menggunakan dollar Amerika Serikat untuk membelinya pada 2011 adalah sebagai berikut: beras (US$ 1,54 miliar), kedelai (US$ 1,25 miliar), jagung (US$ 1,03 miliar) dan kacang tanah (US$ 0,27 miliar).

Indonesia juga membelanjakan devisa yang cukup besar untuk mengimpor komoditas peternakan, yaitu melebihi US$ 3 miliar pada 2011. Dan, nilai impor komoditas peternakan Indonesia terus meningkat, yaitu 2009 (US$ 2,13 miliar), 2010 (US$ 2,77 miliar).

Akibat dari liberalisasi pertanian itu, hampir pada sebagian besar komoditas kita tergantung pada asing.  Terkait dengan komoditas pangan utama juga mengalami hal yang sama.  Padahal ini sangat menentukan ketahana pangan dan kestabilan. AKibat tergantung pada asing atau impor maka nasib rakyat negeri ini akhirnya berada di bawah belas kasihan asing atau ada ditangan para importir.  Kasus ginjang ganjing harga kedelai, daiging sapi, gula, sayur-sayuran sebagainya jelas membuktikan hal itu.  Celakanya pemerintah manut begitu saja dengan skenario liberalisasi itu.

Bahkan di negara agraris ini, usaha bidang pertanian justru tidak memberikan harapan menjanjikan.  Akibatnya banyak petani yang tidak mau lagi bertani.  Dalam 10 tahun terakhr jumlah petani terus menyusut. Menurut data BPS, jumlah petani pada 2003 lalu masih mencapai 31,17 juta orang. Namun hingga pertengahan tahun 2013 ini, jumlahnya sudah menurun menjadi 26,13 juta orang.  Ini berarti dalam sepuluh tahun terakhir ada penurunan jumlah petani sebesar 5,04 juta orang atau ada penurunan 1,75 persen per tahun. Penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 40,61 juta orang di tahun 2004 menjadi 39,96 juta orang pada 2013. Sementara itu, persentasenya menurun dari 43,33 persen di 2004 menjadi 35,05 persen di 2013.

Industri Menyusut Akibat Deindustrialisasi

Jika sektor pertanian yang menopang kehidupan sebagian besar rakyat negeri ini kondisinya memble, dan terus mengalami kemunduran, selama keikutsertaan negeri ini dalam APEC, bagaimana dengan sektor industri?

Data-data yang ada menunjukkan sektor industri juga mengalami kemunduran.  Hal itu akibat industri dalam negeri tidak mampu bertahan dan memenangkan persaingan menghadapi gempuran dari derasnya produk indiustri dari luar yang terus membanjiri pasar dalam negeri dengan harga yang murah.  Banjirnya produk industri luar negeri itu terjadi sejak dilakukannya liberalisasi perdagangan dengan diturunkannya tarif dan hambatan non tarif.  Bahkan pada beberapa komoditi tarif sudah dinolkan.

Dalam sektor industri, banyak industri dalam negeri yang tidak bisa bersaing dengan produk luar yang terus membanjiri pasar dalam negeri dengan harga lebih murah.  Akibatnya banyak perusahaan terpaksa gulung tikar dan tutup.  Hal itu bisa dilihat dari data BPS tentang Jumlah Perusahaan Menurut Sub Sektor 2001-2010, seperti terlihat dalam tabel berikut:

Jumlah Perusahaan Menurut Sektor 2006 – 2010

Subsektor

2006

2007

2008

2009

2010

2006-2010
Makanan dan minuman

6 615

6 341

6 063

5 871

5 579

-1 036

Tembakau

1 286

1 208

1 131

1 051

978

– 308

Tekstil

2 809

2 820

2 355

2 601

2 585

– 224

Pakaian jadi

3 256

2 917

2 655

2 140

1 968

-1 288

Kulit dan barang dari kulit

813

764

685

669

662

– 151

Kayu, barang dari kayu, dan anyaman

1 782

1 648

1 435

1 252

1 237

– 545

Kertas dan barang dari kertas

526

553

477

452

505

– 21

Penerbitan, percetakan, dan reproduksi

897

789

748

695

463

– 434

Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar nuklir

73

96

84

73

75

 2

Kimia dan barang-barang dari bahan kimia

1 179

1 151

1 082

1 089

1 084

– 95

Karet dan barang-barang dari plastik

1 847

1 774

1 715

1 639

1 660

– 187

Barang galian bukan logam

2 047

1 916

1 783

1 698

1 616

– 431

Logam dasar

276

260

237

234

256

– 20

Barang-barang dari logam dan peralatannya

1 020

981

902

913

898

– 122

Mesin dan perlengkapannya

477

436

435

409

402

– 75

Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data

10

10

9

9

10

 0

Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya

279

285

271

248

245

– 34

Radio, televisi, dan perlatan komunikasi

227

227

205

216

220

– 7

Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam

61

70

70

67

68

 7

Kendaraan bermotor

336

302

305

283

278

– 58

Alat angkutan lainnya

380

380

333

324

326

– 54

Furniture dan industri pengolahan lainnya

3 135

2 914

2 569

2 409

2 191

– 944

Daur ulang

137

156

145

126

39

– 98

Total

29 468

27 998

25 694

24 468

23 345

 6 123

Ket: diolah dari data BPS

Data ini memperlihatkan pada tahun 2007 ada 1.470 perusahaan tahun sebelumnya yang lenyap.  Lalu tahun 2008 ada 2.304 perusahaan lenyap tehun seelumnya lenyap.  Tahun 2009 sebanyak 1.226 perusahaan tahun sebelumnya hilang dari peredaran.  Dan pada tahun 2010 sebanyak 1.123 perusahaan tahun sebelumnya tidak mampu bertahan dan harus lenyap.  Sehingga total selama periode 2006-2010 sebanyak 6.123 perusahaan tidak mampu bertahan dan harus tutup.

Secara lebih rinci dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2006-2010 jumlah perusahaan makanan dan minuman turun dari 6.615 menjadi 5.579 (sebanyak 1.036 perusahaan lenyap); perusahaan tembakau turun dari 1.286 tahun 2006 menjadi 978 tahun 2010 (308 perusahaan lenyap); perusahaan tekstil turun dari 2.809 tahun 2006 menjadi 2.585 tahun 2010 (224 perusahaan lenyap); perusahaan pakaian jadi turun dari 3.256 tahun 2006 menjadi 1.968 tahun 2010 (1.288 perusahaan lenyap); perusahaan barang kayu, barang dari kayu dan anyaman turun dari 1.782 tahun 2006 menjadi 1.237 tahun 2010 (545 perusahaan lenyap); perusahaan penerbitana, percetakan dan reproduksi turun dari 897 tahun 2006 menjadi 463 pada tahun 2010 (434 perusahaan lenyap); perusahaan karet dan barang-barang dari plastik turun dari 1.847 tahun 2006 menjadi 1.660 tahun 2010 (187 perusahaan lenyap); perusahaan barang galian bukan logam turun dari 2.047 tahun 2006 menjadi 1.616 tahun 2010 (431 perusahaan lenyap); perusahaan barang-barang dari logam dan peralatannya turun dari 1.020 tahun 2006 menjadi 898 tahun 2010 (122 perusahaan lenyap); perusahaan furniture dan industri pegolahan lainnya turun dari 3.135 tahun 2006 menjadi 2.191 tahun 2010 (944 perusahaan lenyap).  Dan secara total sebanyak 6.123 bermacam perusahaan lenyap (29.468 perusahaan tahun 2006 menjadi 23.345 perusahaan tahun 2010).  Lenyapnya 6.123 perusahaan termasuk diantaranya perusahaan padat karya seperti tembakau, makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, dsb, tentu mengakibatkan puluhan atau ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan dan berikutnya keluarga mereka jutaan orang juga mengalami kesulitan karena kepala keluarga atau anggota keluarganya kehilangan pekerjaan.

Itu artinya selama periode tahun 2006 – 2010 yang terjadi adalah deindustrialisasi.  Yaitu proses dimana industri bukannya berkembang tetapi justru mengalami penyusutan.  Sektor yang paling deras proses deindustrialisasinya adalah industri pakaian jadi; makanan dan minuman; furniture dan pengolahan lain; kayu, barang dari kayu dan anyaman; penerbitan, percetakan dan reproduksi; barang galian bukan logam; tembakau; tekstil; kulit dan barang dari kulit; barang-barang logam dan peralatannya.  Tentu perusahaan-perusahaan itu tutup karena tidak mampu bertahan.  Salah satu faktor utama adalah besarnya serbuan barang impor dengan harga yang murah dan semakin besarnya biaya akibat kenaikan BBM, listrik, bahan baku.  Dan jika dikerucutkan, semua itu karena lemahnya atau bahkan tidak adanya dukungan dari pemerintah.  Itu artinya, industri dan dunia usaha pada umumnya dibiarkan masuk dalam persaingan bebas akibat liberalisasi yang dilakukan pemerintah sementara pemerintah tidak menyiapkan mereka, tidak memberikan perlindungan dan dukungan agar mereka minimalnya bisa bertahan dan syukur-syukur bisa memenangkan persaingan.

Deindustrialisasi itu bisa dianggap sebagai dampak yang sangat serius dari liberalisasi yang dilakukan selama ini, yang diantaranya dilakukan sebagai konsekuensi dari keikutsertaan dalam APEC.  Sebab industrialisasi berarti terjadinya penciptaan nilai tambah atas bahan baku.  Dengan terjadinya deindustrialisasi maka penciptaan nilai tambah itu akan lambat atau bahkan tidak terjadi.  Maka pada akhirnya bahan baku dan sumber daya alam yang ada di dalam negeri akan dijual dalam bentuk mentah.  Tentu saja lambat laut akan habis.  Sayangnya hal itu tidak disertai perolehan yang besar, sebab perolehan besar itu terjadi dengan adanya penciptaan nilai tambah melalui pengolahan dalam industri.  Disamping itu, industrialisasi adalah pra syarat menjadi negara maju.  Jika yang terjadi justru deindustrialisasi, maka angan-angan menjadi negara ekonomi maju akan semakin jauh dari kenyataan.  Itu artinya negeri ini akan terus menjadi negara ekonomi berkembang atau malah mengalami kemunduran.  Konsekuensinya, negeri ini akan terus menjadi obyek, bukan subye; akan terus dieksploitasi.

Proses deindustrialisasi dengan lenyapnya ribuan perusahaan itu, tentu berakibat hilangnya lapangan kerja dari sektor industri.  Meski bisa saja, perusahaan baru yang muncul atau perusahaan lama berkembang kapasitasnya sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan baru.  Namun bukan berarti pekerjaan yang kehilangan pekerjaan dari sektor lainnya lantas ditampung di lapangan kerja baru yang terbuka itu.  Dari data jumlah tenaga kerja di perusahaan besar dan sedang menurut sektor yang dirilis oleh BPS, ternyata selama periode 2006 – 2010, jumlah tenaga kerja di perusahaan besar dan sedang justru menyusut.

Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut Sektor 2006-2010

Subsektor

2006

2007

2008

2009

2010

2006 – 2010

Makanan dan Minuman

 784.129

 748.155

 721.457

 714.824

 715.648

– 68.481

Tembakau

 316.991

 334.194

 346.042

 33.159

 327865

 10.874

Tekstil

 57.271

 558.766

 484.732

 498.005

 52.547

– 4.724

Pakaian jadi

 583.634

 523.118

 495.518

 464.777

 48.147

– 535.487

Kulit dan barang dari kulit

 237.626

 210.854

 219.792

 219.071

 225.481

– 12.145

Kayu, barang dari kayu, dan anyaman

 299.278

 279.622

 241.226

 214.991

 219.641

– 79.637

Kertas dan barang dari kertas

 12.643

 134.305

 126.883

 120.001

 126.379

 113.736

Penerbitan, percetakan, dan reproduksi

 65.561

 58.519

 59.065

 6.098

 44.915

– 20.646

Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir

 5.853

 9.018

 6.727

6.711

6.964

1.111

Kimia dan barang-barang dari bahan kimia

 208.406

 213.095

 19.999

 211.667

 216.433

 8.027

Karet dan barang-barang dari plastik

 348.405

 343.155

 360.181

 339.297

 36.349

– 312.056

Barang galian selain logam

 19.063

 177.304

 176.459

 175.127

 171.313

 152.250

Logam dasar

 65.069

 64.233

 64.099

 60.632

 64.643

– 426

Barang-barang dari logam dan peralatannya

 111.388

 129.577

 14.733

 126.921

 142.885

 31.497

Mesin dan perlengkapannya

 106.321

 83.714

 87.192

 71.276

 74.751

– 31.570

Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data

 1.477

 3.427

 3.009

 2.892

 2.908

 1.431

Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya

 79 .996

 82.764

 77.094

 80.529

 80.611

  615

Radio, televisi, dan peralatan komunikasi

 141.672

 147.283

 117.274

 130.173

 134.414

– 7.258

Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam

 20.275

 23.412

 25.071

 19.938

 20.805

  530

Kendaraan bermotor

 86.066

 79.216

 86.928

 85.362

 92.999

 6.933

Alat angkutan lainnya

 72.474

 85.925

 91.136

 81.761

 97.376

 24.902

Furniture dan industri pengolahan lainnya

 325.362

 326.785

 313.656

 322.741

 362.437

 37.075

Daur ulang

  595

 8.496

 7.071

 5.908

 2.247

 1.652

Jumlah

4.755.703

4.624.937

4.457.932

4.345.174

4.501.145

– 254.558

Ket: diolah dari data BPS

Sektor pertanian selama 10 tahun terakhir jumlah petani berkurang 5 juta orang.   Itu artinya 5 juta orang itu tidak lagi bekerja di sektor pertanian.  Dikatakan bisa jadi mereka beralih masuk bekerja di sektor industri.  Tapi data perkembangan jumlah pekerja di industri besar dan sedang diatas, selama periode 2006-2010 ternyata justru jumlah tenaga kerja di industri besar dan sedang berkurang 254.558 orang tenaga kerja.  Maka jangankan menampung limpahan dari sektor pertanian, mempertahankan jumlah tenaga kerjanya saja sektor industri besar dan sedang tidak berdaya.  Gabungan kedua data sektor pertanian dan industri besar dan sedang itu, mengindikasikan ada 5,254 juta orang yang kehilangan pekerjaan selama periode 2006-2010.  Kondisi kedua sektor tersebut yaitu pertanian dan sektor industri besar dan sedang selama 2010-2013 juga tidak mengalami perbaikan signifikan.  Proses deindustrialisasi juga terus terjadi.  Pertanian juga terus mengalami keterpurukan.  Dengan kondisi seperti itu, sulit diprediksi akan terbukan lapangan kerja apalagi dalam jumlah 5,254 juta selama tiga tahun terakhir.  Kondisi tersebut tentu menimbulkan pertanyaan terhadap klaim terus turunnya angka pengangguran yang selama ini diklaim pemerintah.

Liberalisasi Investasi : Makin Dikuasai Asing

Liberalisasi investasi mengharuskan pintu investasi asing dibuka selebar-lebarnya, kepemilikan asing atas usaha di dalam negeri dan bidang usaha untuk investasi asing tidak boleh dibatasi.  Dalam UU Penananam Modal No. 25/2007, modal asing dan modal dalam negeri diperlakukan sama.  UU ini menfasilitasi penguasaan lahan dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) hingga 95 tahun. Padahal zaman Agrariches Wet-nya kolonial Belanda penggunaan tanah oleh swasta hanya dibolehkan hingga 75 tahun.

Sementara berdasarkan daftar negative investasi yakni Perpres 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, hampir seluruh sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, migas, keuangan dan perbankkan boleh dikuasai oleh modal asing secara mayoritas bahkan hingga 95 %.

Akibatnya, perekonomian negeri ini sebagian besar dikuasai asing.  Asing menguasai sebagian besar industri migas, perbankan, manufaktur, dsb.  Bahkan banyak perusahaan dalam negeri akhirnya dikuasai asing.

Sebagian besar kebutuhan hidup di negeri ini dikuasai asing.  Mulai air minum dalam kemasan dari Pure Life Netsle perusahaan Swiss dan Aqua yang dikuasai Danone Perancis; kecap Cap Bango dan Teh Sariwangi dimiliki Unilever Inggris;  Susu SGM milik Sari Husada 82% sahamnya dikuasai Numico Belanda; sabun Lux, Pepsodent dan aneka shampo dikuasai Unilever, Inggris. Berasnya impor dari Thailand dan Vietnam, gula impor dari Meksiko dan India. Motor/mobil dari perusahaan Jepang, Cina, India, Eropa atau Amerika. Segala macam peralatan elektronik, komputer, ponsel buatan perusahaan Jepang, Korea, atau Cina. Operator tetepon mayoritas dikuasai asing baik Indosat, XL, Telkomsel.  Belanja? Carrefour punya Perancis, Alfamart 75% sahamnya punya Carrefour; Giant dan Hero dikuasai Dairy Farm International, Circle K dari Amerika dan Lotte dari Korsel. Beberapa Bank (BCA, Danamon, BII, dan Bank Niaga) sudah milik asing meksi namanya masih Indonesia. Bangun rumah pakai semen: Tiga Roda Indocement milik Heidelberg, Jerman (61,70%), Semen Gresik milik Cemex Meksiko dan Semen Cibinong milik Holcim (Swiss).

Wahai Kaum Muslimin

Jalan semua itu dibuka lebar oleh kebijakan liberalisasi ekonomi, perdagangan dan investasi yang diusung langsung oleh forum APEC.  Semua anggotanya harus mengikuti dan memenuhi semua yang digariskan dalam forum APEC yang tentu lebih ditentukan oleh negara maju.  Maka secara langsung APEC adalah jalan penguasaan asing atas negeri ini khususnya dibidang ekonomi.  Tak terkecuali ajang APEC kali ini, disinyalir akan dilakukan penandatanganan perpanjangan kontrak Freeport.  Sekaligus APEC juga menjadi pintu kontrol untuk mengarahkan kebijakan ekonomi dan kebijakan lainnya yang terkait.

Maka APEC secara langsung memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai negeri ini dan penduduknya yang mayoritasnya muslim.  Ini jelas perkara yang tidak dibenarkan, sebab Allah SWT berfirman:

وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman(TQS an-Nisa’ [4]: 141)

Maka semua itu harus segera diakhiri.  Hal itu tidak bisa terwujud selama sistem kapitalisme yang melahirkan dan memelihara APEC tetap dipertahankan dan karenanya sistem kapitalisme itu harus segera dicampakkan.  Hal itu hanya akan terwujud melalui penerapan syariah Islam secara total di bawah sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.  Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman – LS HTI]

Print Friendly

Add This! Digg Google Yahoo! MyWeb reddit StumbleUpon Technorati

Baca juga :

  1. APEC: Pintu Eksploitasi dan Kontrol (Bagian 1)
  2. Kenapa Harus Melawan APEC?
  3. APEC: Indonesia Lebih Banyak Buntung daripada Untung
  4. APEC, Alat Penjajahan Ekonomi (Negara) Kapitalis
  5. Pernyataan HTI Tentang “Penyelenggaraan Pertemuan APEC dan Kedatangan Obama di Indonesia”

Nafsu Harus Tunduk Pada Wahyu

download-9-191x132

(Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-41)

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa  (HR al-Hakim, al-Khathib, Ibn Abi ‘Ashim dan al-Hasan bin Sufyan).

 

Imam an-Nawawi dalam Al-Arba’un mengatakan, “Hadis ini hasan shahih.  Kami telah meriwayatkan hadis ini dalam kitabAl-Hujjah dengan sanad sahih.”

Ibn Rajab menjelaskan, yang dimaksudkan adalah kitab, Al-Hujjah ‘alâ Târik al-Mahajjah, oleh Syaikh Abu al-Fatah Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi asy-Syafi’i al-Faqih az-Zahid.  Hadis ini juga dikeluarkan oleh Al-Hafizh Ibn Abi ‘Ashim al-Ashbahani dalam As-Sunnah li Ibn Abi ‘Ashim; al-Hasan bin Sufyan Abu al-‘Abbas an-Nasawi (w. 303 H) dalam kitabnya, Al-Arba’un li an-Nasawi; Ibn Baththah dalam Al-Ibânah al-Kubrâ; al-Khathib al-Baghdadi dalam Târîkh Baghdad; al-Baihaqi dalam Al-Madkhal; dan al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah.

Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Ashqalani dalam Fath al-Bârî mengatakan tentang hadis ini:

Al-Baihaqi telah mengeluarkan di dalam Al-Madkhal dan Ibn ‘Abd al-Barr dalam Bayân al-‘Ilmi dari jamaah tabi’in seperti al-Hasan, Ibn Sirin, Syuraih, asy-Sya’bi dan an-Nakha’i dengan sanad-sanad baik; tentang celaan terhadap perkataan semata menurut ra’yu (pikiran). Semua itu dihimpun oleh hadis penuturan Abu Hurairah ra., “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Hasan bin Sufyan dan lainnya. Para perawinya tsiqah dan an-Nawawi telah mensahihkan hadis ini di akhir Al-Arba’un.

Dalam hadis ini Rasulullah saw. menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang memperlakukan al-hawâ supaya imannya sempurna. Menurut Ibn Manzhur dalam Lisân al-‘Arabhawâ an-nafsi adalah keinginan jiwa. Para ahli bahasa mengatakan,al-hawâ adalah kecintaan manusia terhadap sesuatu dan dominannya kecintaan itu atas dirinya.  Abu al-‘Abbas al-Fayyumi dalam Mishbah al-Munir menjelaskan, al-hawâ adalah jika kamu menyukai sesuatu dan terkait dengannya.  Kemudian kata al-hawâ digunakan untuk menyebut kecenderungan jiwa dan penyimpangannya ke arah sesuatu, lalu digunakan untuk menyebut kecenderungan yang tercela.

Di dalam At-Ta’rifât, al-Jurjani menjelaskan bahwa al-hawâ adalah kecenderungan jiwa (mayl an-nafsi) pada syahwat yang menyenangkannya tanpa alasan syariah.  Muhammad Rawas Qal’ah Ji di dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’ juga menjelaskan, al-hawâ adalah kecenderungan jiwa pada apa yang disukai tanpa memperhatikan hukum syariah dalam hal itu.

Jadi, secara bahasa al-hawâ adalah kecenderungan, keinginan atau kecintaan secara mutlak. Namun, dalam penggunaannya, kata al-hawâ itu jika disebutkan secara mutlak maka yang dimaksudkan adalah kecenderungan pada apa yang menyalahi kebenaran.

Sementara itu, makna “lâ yu`minu ahadukum” adalah iman yang paripurna, bukan menafikan iman. Sebab, orang yang hawa nafsunya tidak mengikuti syariah sehingga ia bermaksiat, secara umum kemaksiatan itu tidak menjadikan dirinya kafir.

Dengan demikian hadis ini bermakna: seseorang tidak akan mencapai derajat Mukmin yang paripurna imannya sampai seluruh keinginan, kecenderungan dan kecintaannya mengikuti apa yang dibawa oleh Rasul saw.; baik perintah, larangan ataupun yang lainnya.  Dengan itu ia menyukai apa yang diperintahkan dan tidak menyukai apa yang dilarang.

Ibn Rajab al-Hanbali dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam mengatakan:

Jadi yang wajib bagi setiap Mukmin adalah mencintai apa yang dicintai Allah SWT dengan kecintaan yang mengantarkan dirinya melakukan apa yang diwajibkan. Jika kecintaan itu bertambah sehingga ia melakukan apa yang disunnahkan maka itu adalah keutamaan. Setiap Muslim juga hendaknya tidak menyukai apa yang tidak disukai oleh Allah SWT dengan ketidaksukaan yang mengantarkan dirinya menahan diri dari apa yang Allah haramkan atas dirinya. Jika ketidaksukaan itu bertambah sehingga mengantarkan dirinya menahan diri dari apa yang dimakruhkan Allah, maka itu merupakan keutamaan.

Hadis ini juga bermakna bahwa seseorang haruslah menjadikan keinginan Nabi saw. lebih dia kedepankan dari keinginannya, dan syariah yang dibawa Nabi saw. lebih dia kedepankan daripada hawâ-nya; daripada kecenderungan atau kecintaannya. Jika keinginannya bertabrakan dengan apa yang Nabi saw. bawa maka ia mengalahkan keinginannya dan memenangkan apa yang Nabi saw. bawa.  Sebab, al-hawâ menjadi tâbi’ (yang mengikuti), sementara apa yang Rasul saw. bawa, yaitu Islam dan syariahnya, adalah yang diikuti (al-matbû’). Semua kemaksiatan itu muncul karena hawa nafsu lebih didahulukan daripada kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul saw.

Allah SWT menyifati orang-orang musyrik dalam banyak ayat, bahwa mereka mengikuti hawa nafsu (Lihat, misalnya: QS al-Qashshash [28]: 50. Karena itu Allah SWT melarang kita untuk mengikuti hawa nafsu (QS an-Nisa’ [4]: 135).

Untuk itu, Islam dan syariahnya harus kita jadikan standar dan pedoman. Semua keinginan, kecenderungan dan kesukaan dan tidaknya harus kita tundukkan pada ketentuan Islam dan syariahnya.  Untuk mewujudkan itu kita harus bersungguh-sungguh mengerahkan segala daya upaya menundukkan hawa nafsu.  Allah SWT menyediakan pahala yang besar dan surga bagi siapa saja yang bisa merealisasikan ini (QS an-Nazi’at [79]: 40-41).

Allâhumma waffiqnâ ilâ thâ’atik. [Yahya Abdurrahman]

 

 

Print Friendly

Add This! Digg Google Yahoo! MyWeb reddit StumbleUpon Technorati

Baca juga :

  1. Nafais Tsamarat: Banyak Penguasa yang Bekerja dengan Hawa Nafsu dan Pandangannya
  2. Khalifah Tunduk Pada Syariah
  3. HT Yordania: Masalah Sebenarnya Bukan pada UU Pemilu, Tetapi Pada Sistem Kufur yang Berkuasa Pada Anda
  4. HTI Kota Bogor; Benarkah Penguasa Tunduk Pada Pengusaha?
  5. Tunduk pada AS, Pemerintah Indonesia Dukung Resolusi

Rezim Kudeta Mempercepat Kejatuhannya Sendiri Dengan Rencana Untuk Membombardir Gaza, Bukan Yahudi!

heli-mesir-191x133

Kantor berita “Ma’an” mengutip sebuah berita bahwa tentara Mesir tengah menyusun rencana untuk membombardir Jalur Gaza, setelah sebelumnya pesawat tentara Mesir terbang di Jalur Gaza selatan, dan memotretnya. Semua itu dilakukan dengan dalih terorisme yang diklaimnya.

Para pemimpin rezim kudeta, yang sejauh ini tidak pernah merencanakan untuk membebaskan Palestina, menutup Terusan Suez dan wilayah udara Mesir yang terbuka untuk pesawat dan kapal perang Amerika yang memusuhi Islam dan kaum Muslim, mereka justru berusaha dengan sekuat tenaga melindungi bangsa penjajah terlaknat. Sehingga kezaliman dan muslihat mereka itu menjadi bukti yang akan mempercepat kejatuhan mereka, insya Allah, sebagaimana kejatuhan para penguasa zalim dan diktator yang telah banyak mengotori perjalanan sejarah umat manusia (pal-tahrir.info, 3/10/2013).

Print Friendly

Add This! Digg Google Yahoo! MyWeb reddit StumbleUpon Technorati

Baca juga :

  1. Rezim Mesir Lebih Mencintai Entitas Yahudi Daripada Wilayahnya Sendiri
  2. Sungguh Keji, Israel Membombardir Gaza dengan Bom Fosfor
  3. Pesawat-pesawat Israel Membombardir Terowongan di Perbatasan Mesir dan Jalur Gaza
  4. Pesawat Terbang Israel Membombardir Wilayah Perbatasan
  5. Rezim Mesir Bangun Pangkalan Laut di Perbatasan Gaza